Selasa, April 28, 2009

Bebas Tanpa Syarat

Seorang hakim yang dikenal korup dan suka dugem kedapatan sedang tergeletak di bawah sebatang pohon rindang dalam keadaan mabuk berat. Nasrudin kebetulan lewat dan melihatnya. Setelah merasa aman karena tak ada yang melihat, Nasrudin mengambil pakaian sang hakim dan langsung mengenakannya lalu berjalan dengan gagah ke pusat kota.

Ketika sadar dari mabuknya, si hakim memerintahkan bawahannya untuk mencari orang yang telah mencuri pakaian kebesarannya. Tentu saja mudah sekali mendapatkan si “pencuri” itu, karena Nasrudin sudah cukup dikenal.

Akhirnya Nasrudin dihadapkan pada si hakim dengan disaksikan orang banyak.

“Bagaimana anda bisa mendapatkan pakaianku itu?”, tanya hakim.

“Kemarin, sepulang mengajar, aku temui seseorang dalam keadaan mabuk berat mengenakan pakaian anda ini. Aku takut anda terkena fitnah, makanya aku ambil pakaiannya ini dan aku kenakan… Apakah anda perlu tahu siapa orang sialan yang mabuk sambil mengenakan pakaian anda itu? ”.

“Tidak perlu. Ambil saja pakaian itu untukmu!”

Jawab hakim sambil meninggalkan ruangan.

Baca Selengkapnya

Hakim Urusan Khusus

Alkisah, Nasrudin ditunjuk sebagai hakim urusan khusus yang mengurusi urusan-urusan yang tak ditangani oleh hakim konvensional yang lain.

Pada suatu hari dia didatangi oleh seorang Ibu dengan anaknya yang berusia 8 tahun. Sang Ibu mengadukan kepada Nasrudin jika si anak tersebut sangat suka sekali makan gula, sehingga dalam sehari bisa menghabiskan 5 ons gula. Segala cara sudah dilakukan oleh si Ibu, mulai menasehati sampai dengan memarahi, ternyata si anak tetap membandel sehingga si Ibu putus harapan, dan satu-satunya harapan yang ada adalah mengajukan kepada Nasrudin untuk diadili.

Setelah mendengar dengan cermat, sang hakim kemudian terdiam sesaat. Kemudian ia berkata kepada sang Ibu dan anak itu untuk kembali ke pengadilan dua minggu kemudian.

Setelah dua minggu kemudian, Ibu dan anak itu datang ke pengadilan untuk mendapatkan putusan dari Nasrudin. Ternyata Nasrudin telah siap menyambut keduanya. Maka acara sidangpun dimulai.

”Hai anak kecil, kau dihukum untuk mengurangi makan gula dari 8 ons menjadi 3 ons, yang pelaksanaannya dilakukan selama dua minggu, ” kata Nasrudin.

Sang Ibu terkejut dengan keputusan itu, lalu ia bertanya pada Nasrudin,” Ya Mulah, mengapa Anda hanya memerintahkan anak ini mengurangi makan gula sebanyak 5 ons saja?”

Maka dengan lembut Nasrudin menjawab,” Hai Ibu tua, sebelum aku memberikan keputusan ini, aku mencobanya terlebih dahulu. Aku juga suka sekali makan gula, bahkan sehari bisa menghabiskan 10 ons. Setelah kucoba untuk mengurangi makan gula selama dua minggu ini, ternyata aku hanya mampu mengurangi sampai 5 ons, sehingga menurutku mustahil aku akan melarang anak itu makan gula, sedang aku sendiri hanya bisa mengurangi makan gula sebanyak 5 ons saja dalam dua minggu.”

Baca Selengkapnya

Nasruddin Hoja: Karakter Lucu, Berani, dan Sarat Hikmah

Nasrudin Hoja merupakan tokoh kocak pada kisah sufistik yang dikenal di seluruh dunia, terutama di negara-negara berpenduduk Muslim. Setiap kisah selalu menampilkannya dalam kondisi yang berbeda-beda melalui ide dan cara pandang humoris dan mengekspos komentar berani namun kocak dan penuh dengan hidup. Yang paling menarik dari cerita-cerita tokoh ini adalah meski lucu namun sarat dengan makna filosofis, sufistik; menggelitik nalar dan hati nurani.

Menurut berbagai sumber, sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga penaklukan Bangsa Mongol ini merupakan seorang filosof yang bijak dan penuh dengan cita rasa humor. Kisah-kisah Nasrudin telah dikenal hampir di seluruh belahan dunia. Tentu saja, seluruh kisah tentang Hoja dengan rentang waktu lebih dari 7 abad, tidak semua asli darinya. Kebanyakan merupakan produk budaya humor secara kolektif bukan hanya dari Budaya Turki tapi juga dari masyarakat Islam lainnya. Meski begitu dikenal, hoja merupakan tokoh yang masih diperdebatkan keberadaannya antara fiktif dan sejarah. Banyak teori tentang biografinya, namun sayangnya belum cukup memberikan data yang valid.

Sejak Abad ke-16, tokoh ini semakin populer karena ia menawarkan alternatif kepada masyarakat yang mulai bosan terhadap segala hal sifatnya formal dan kaku. Kisah tentang Nasrudin Hoja pada awalnya ditemukan dalam beberapa manuskrip pada awal abad ke-15. Cerita pertama ditemukan dalam Ebu'l-Khayr-i Rumis Saltuk-name (1480). Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Nasrudin merupakan murid sufi dari Seyyid Mahmud Hayrani di Aksehir, barat laut Turki modern.

Pada abad ke-19, Mufti Sivrihisar, Huseyin Efendi, menulis dalam Mecmua-i Maarif bahwa Nasrudin lahir pada 1208 di desa Hortu (sekarang disebut Nasreddin Hoca Koyu) bagian dari Sivrihisar dan meninggal 1284 di Aksehir, setelah hijrah ke sana. Menurut sumber ini, Hoja belajar di Sivrihisar dan madrasah Konya. Hoja belajar fiqh serta belajar tasawuf langsung pada Mawlana Jala al-Din al-Rumi (1207-1273) di Konya.

Kemudian Hoja mengikuti Seyyid Mahmud Hayrani, sebagi guru sufi keduanya, hijrah ke Aksehir dan menikah di sana. Konon, Sewaktu masih muda, Nasrudin selalu membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan pelajaran sekolah. Maka gurunya yang bijak bernubuwat: “Kelak, ketika engkau sudah dewasa, engkau akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katamu, orang-orang akan menertawaimu.” Ramalan pun menjadi kenyataan, di Aksehir, Hoja menjadi Imam dan hakim. Karena rasa humor yang tinggi dan ulasan-ulasannya yang cemerlang, ia menjadi sangat tersohor dan terkemuka di kota itu.

Kisah-kisah Nasrudin Hoja dikenal di seluruh Timur Tengah yang tentu kemudian diwarnai dengan budaya di mana cerita itu berkembang. Yang jelas, kebanyakan kisah Nasrudin diceritakan sebagai kisah lucu dan anekdot. Kisah-kisah ini tidak henti-hentinya diceritakan baik di kafe, di tempat orang-orang berkumpul untuk ngobrol, serta di rumah sebagi bahan cerita untuk anak. Meski begitu akrabnya kisah Hoja dengan masyarakat, satu karakter yang tetap melekat pada kisah Hoja ini adalah inti yang terkandung dari kisah lucu tersebut hanya orang-orang pada level inteletual tertentu yang mampu memahaminya. Kisah-kisah lucu namun kaya akan pesan moral, biasanya bahkan penuh dengan pesan-pesan spiritual yang mencerahkan dan tak jarang juga memuat perilaku dan jalan menuju maqam makrifatullah. Karena itulah, tak jarang kisah-kisah Hoja ini menjadi materi pengajian sufi.

Kisah-kisah Hoja juga sarat dengan sindiran dan kritik yang cukup berani terhadap tirani dan kekuasan serta ketimpangan sosial dan egoisme elit. Karena itulah, Nasrudin merupakan simbol keberanian, penentangan, sarkastis, ironis, dan komedi kritis di Timur Tengah.

Di Indonesia, kemasyhuran Nasrudin Hoja hampir tidak kalah dengan Abu Nawas. Di tengah dahaga kaum Muslim Indonesia akan nilai-nilai spiritual, beberapa buku yang memuat kisah-kisah Nasrudin Hoja pun laris manis di pasaran.

Berikut adalah salah satu contoh kisahnya yang lucu dan penuh sindiran terhapa penguasa:

Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata,

"Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya."

Nasrudin berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.

Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nasrudin.

"Demikianlah," kata Nasrudin, "Keledaiku sudah bisa membaca."

Timur Lenk mulai menginterogasi, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?"

Nasrudin berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halam untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."

"Tapi," tukas Timur Lenk tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?"

Nasrudin menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca; hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, berarti kita setolol keledai, bukan ?"

Itulah satu contoh kisah humor sufistik dari Hoja, dan masih ada ratusan cerita lucu penuh makna yang dikaitkan dengan tokoh kita yang satu ini. (Sumber: www.republika.co.id)

Baca Selengkapnya

Teori Kebutuhan

Nasrudin berbincang-bincang dengan hakim kota. Hakim kota, seperti umumnya cendekiawan masa itu, sering berpikir hanya dari satu sisi saja.

Hakim memulai, “Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi hukum dan etika, …”

Nasrudin menukas, “Bukan manusia yang harus mematuhi hukum, tetapi justru hukum lah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan.”

Hakim mencoba bertaktik, “Tapi coba kita lihat cendekiawan seperti Anda. Kalau Anda memiliki pilihan: kekayaan atau kebijaksanaan, mana yang akan dipilih?”

Nasrudin menjawab seketika, “Tentu, saya memilih kekayaan.”

Hakim membalas sinis, “Memalukan. Anda adalah cendekiawan yang diakui masyarakat. Dan Anda memilih kekayaan daripada kebijaksanaan?”

Nasrudin balik bertanya, “Kalau pilihan Anda sendiri?”

Hakim menjawab tegas, “Tentu, saya memilih kebijaksanaan.”

Dan Nasrudin menutup, “Terbukti, semua orang memilih untuk memperoleh apa yang belum dimilikinya.”

Baca Selengkapnya

Minggu, April 26, 2009

Tampang Itu Perlu

Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh.

“Tapi aku mengabdi kepada Allah saja,” kata Nasrudin.

“Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah,” kata istrinya.

Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, “Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!” berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nasrudin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasrudin. Tapi ia terkejut waktu Nasrudin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak “Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah.”

Sang tetangga menyerbu rumah Nasrudin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasrudin menjawab “Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.”

Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit, “Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin.”

Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.

Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasrudin segera mengadukan halnya pada hakim.

“Bagaimana pembelaanmu?” tanya hakim pada Nasrudin.

“Tetangga saya ini gila, Tuan,” kata Nasrudin.

“Apa buktinya?” tanya hakim.

“Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya.”

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, “Tetapi itu semua memang milikku!”

Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.

Baca Selengkapnya